Cahaya matahari menerobos dari celah-celah jendelaku yang tak berhordeng, kurasakan panasnya cahaya matahari mengenai kelopak mataku, suara kesibukan orang-orang di pabrik belakang rumahku sangat terdengar jelas ditelingaku, alunan palu tak henti-henti berbunyi pertanda sibuknya aktifitas pabrik itu. Aku bangun dari tidurku yang sangat lelap, ku lihat jam dinding dikamar menunjukan angka 11.00. ku bangun dengan enggah-eggoh mengucek-ucek mata dan menguap dengan enaknya “uwwahhhh”. Ku pergi kekamar mandi membersihkan mukaku dengan segayung air sumur yang sejuk sekali. Dengan langkah agar cepat aku lihat rak nasi, kubuka dan kulihat nasi putih dan tempe goreng 2 potong, kuambil piring dan sendok, ku ambil perlahan-lahan nasi lalu ku letakan diatas piring dan ku ambil tempe dengan tanganku lalu ku taro di atas nasi. Dengan sedikit segan ku makan nasi dan tempe tadi sambil mengerutu, tempe maning… tempe maning…bosenne…. Aku panggil ibuku, bu..bu,,,ibu,,, mangane kare tempe bae tah? Ibu menjawab: “ya nak soalnya ibu dan bapakmu sekarang lagi tidak jualan sayur maklum nak padi disawah udah mau panen, jadi ibu dan bapak fokus ke sawah sayang takut dimakanin burung”. Ah dasar ibu dan bapak nie,,, kesawah ajah, kalau ndak kepasar jualan sayur, sekali-kali sih bu ke kantor gitu atau ke pabrik tah,,, gerutuku ketus,
Tanpa kusadari ternyata makanan di tanganku telah habis karena saking laparnya perutku ini, semaleman saya main canggukan remi dan metis-metis buah tetangga, tidur jam 3 malam bangun ya wajar jam 11 siang juga, setelahku makan langsung saja kekamar mandi, setelah mandi seperti biasa dengan teman-teman saya berkumpul di warung kopi atau jembatan jalan, untuk menikmati indahnya kendaraan yang berlalu lalang dari komplek A ke pabrik-pabrik belakang rumah, dengan menghisap tembakau joinan (barengan), menikmati kopi dapat hutang, dan sedikit ngerapatin kejelekan orang sambil menunggu jam 4 sore untuk bermain bola dengan pemuda-pemuda lainnya. Sebenarnya saya bosan hidup seperti ini, kepala hampir pecah, telingga tak sanggup lagi mendengarkan cacian tetangga, tangan tak kuat lagi menadahkan tangan meminta uang tembakau ke orang tua dan mulut sudah berat sakali makan nasi hasil keringat orang tua. Aku yang bernama juki bersama teman-teman yang lain satu kampong yang tergabung dalam komunitas kalong (komunitas pengangguran) rata-rata kami semua lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA), tapi ada juga yang lulusn SMP, lulusan SD atau SD saja tidak lulus. Kotaku banyak berdiri industri-industri seperti industri baja dan industri kimia, sehingga membuat kotaku ini hampir sumpek dan mau tenggelam karena saking banyaknya orang-orang yang berdatangan kekotaku ini.
Pabrik-pabrik dikotaku ini banyak menampung tenaga kerja, tetapi anehnya masyarakat dan pemuda-pemuda di kampung ku ini banyak yang menganggur, entah kenapa kami sudah berpuluh-puluh kali ngelamar kerja tetapi selalu ditolak alasanya karena sudah penuh, lowongan sudah terisi katanya. Pernah suatu kali saya dan kawan-kawan pemuda desa berkumpul untuk demontrasi kepabrik-pabrik itu, kami menuntut jatah kerjaan tetapi pintarnya pabrik itu, mereka hanya memilih orang-orang yang vokal waktu itu seperti ketua pemuda, anaknya pak RW, ponakannya Lurah dan mantunya camat, sementara saya dan kawan-kawan yang tak dilahirkan sebagai saudara orang-orang tadi di biarkan menganggur hingga umur kami menginjak 30 tahun, pernah juga waktu itu mengadukan masalah kami kepada orang yang kami anggap mempunya kekuataan yaitu salah satunya ke pak bunyamin yang menjadi suplayer biji-biji tua di pabrik itu, kami mengadukan nasib kami dan syukurlah beliau mendengarkan keluhan kami, beliau menjamu kami dengan hidangan yang sangat lezat. Pak bunyamin memang orang yang baik menurut kami waktu itu, lama-lama kami dibuat enjoy dengan obrolannya yang sangat khas, menurut analisa pak bunyamin yang menjadi sarjana ekonomi katanya mah, bahwa kenapa para karyawan itu banyak yang orang luar daerah ini? Kami semua menatap wajah pak bun dengan tajam dan tanda tak mengerti. Begini adik-adik pemuda, ternyata pabrik-pabrik itu memiliki kantor di jakarata, jadi mereka para manajer-manajernya untuk bekerja di pabrik sini harus melamar dijakarta, otomatis bukan orang sini karena bapak tau karakteristik orang sini yang mangan ore mangang sing penting kumpull, betul? Kami tertawa dengan riangnya, bapak lanjutkan ya anak-anak jadi agar para karyawanya rata-rata pribumi tentulah para manajernya juga harus orang sini, dan kantornyapun harus disini juga, betul? Kami menjawab serempak: Betul…
Untuk itu anak-anak pemuda, agar semua itu bisa tercapai makanya harus ada dewan perwakilan rakyat daerah yang dapat membela hak-hak warga daerah ini, betul tidak? Kami semua manggut-manggut saja, pertanda setuju. Makanya para pemuda tolong dukung bapak menjadi DPRD tahun depan, agar bapak bisa membela hak para pemuda sekalian, dan semua orang yang ada disini saya jadikan tim sukses kemenangan saya, bagaimana? Kami sedikitnya menaru harapan pada bapak bunyamin, baiklah pak kami setuju… bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun, kami semua yang tergabung dalam kumpulan pemuda semuanya menjadi Tim sukses kemenangan bapak bunyamin, bagi kami di lisanya ada embun harapan masa depan, kami dengan susah payah mencari suara dengan iming-iming pekerjaan, kami semua merasa senang sekali menjadi tim sukses, setiap hari kami ditraktir makan enak, diajak jalan-jalan dan diberi uang transport, hingga pada akhinrya menang juga Bapak Bunyamin menjadi Anggota legislatif daerah, kami semua bersyukur bertanda masa depan akan membaik, tetapi pada kenyataannya kami serasa sepah tebu yang dibuang setelah diambil manisnya. Ya begitulah kami tak dianggap lagi, dilupakan bahkan pernah juga kami dicaci maki oleh pak dewan yang sombong itu, setiap kami kerumahnya dia selalu saja tidak ada, katanya keluar kotalah, keluar negerilah, ketemu gubernur lah dan berbagai alasan lainnya, kami semua jadi merasa aneh bukannya pak DPRD itu menjadi penyalur aspirasi masyarakat daerahnya, ko ini malah pergi keluar kota dan keluar negeri nyapain coba ngurusin masyarakat daerah lain, sintingnya lagi ngurusin masyarakat Negara lain.
Kami semua sudah lelah dengan semua rutinitas seperti ini, tidak ada yang kami harapkan dari siapapun. Malam begadang main catur atau main cangkulan (remi_coy) sampai jam 2an, dilanjutkan dengan menjarah pohon mangga tetangga untuk dimakan bersama-sama, terus tidur bangun siang jam 11 terus keluar nongkrong menghitung kendaraan yang lewat dengan di tambahi obrolan membosankan sambil menunggu jam 4 sore untuk bermain bola, berus pulang malam nongkrong lagi, huff capenya hidup seperti ini. Apakah sudah tidak ada lagi orang seperti Bung Karno yang mengajak 10 pemuda yang akan ajak untuk menggoncangkan dunia, sekarang jumlah kami lebih dari 100 ini siapa yang akan mengajak kami untuk menggoncangkan dunia dengan produktifitas kami. Pengangguran adalah kata-kata yang paling aku benci, sejak aku sekolah aku tidak bodoh-bodoh amat dikelas, tercatat 10 besarlah.. tapi kini semua kenagan itu menjadi sia-sia, buku-buku yang sering kulahap demi nilai diselembar kertas menjadi tak berarti, bahkan selembar kertas yang selama ini kau perjuangan tak lebih murah dari selembar kertas bungkus gorengan.
Juki-juki sudah 30 tahun umurmu kata temanku yang sudah bekerja jadi satpam dipabrik, temanku bekerja dibawa oleh pamanya yang camat itu. Temanku bernama harun, harun sering berkata:’’ Juki umurmu sudah 30 tahun, apakah kau tidak mau menikah dan punya anak seperti aku yang sudah beranak 3?”, kujawab dengan suara ketus, kau sih enak harun ponakanya pak camat bisa langsung dapat kerja dan menikah, sedangkan aku, anak seorang petani, pamanku buruh pencari pasir, uwakku peternak kerbau dan kakaku hanya kuli bangunan, jadi tak mungkin bisa seperti kamu, lagian siapasih yang mau menikah dengan juki si pengangguran itu, percakapan dengan harun sebenarnya membuat hatiku menangis, aku seorang pengangguran ini yang selalu dihina termasuk oleh orang tua pacarku dulu jubaedah namanya, orang tuanya menghina aku mati-matian karena menganggapku seorang yang tidak berguna dan kerjanya hanya merepotkan orang tua saja, bapak jubaedah yang punya usaha batu bata merah itu nanti katanya kan direpotkan dengan mempunya mantu seperti aku.
Nasib-nasib sayangnya saya anak orang miskin sih, ya tujuh turunan juga miskin, gerutuku. Ingin rasanya mengubah nasib dengan macarin anak orang-orang kaya, tapi apa daya, ucapanku memang seperti arjuna dapat membuat gadis manapun kelepek-kelepek, tapi sayangnya ucapanku tidak membuat orang tuanya juga kelepek-kelepek tapi justru melotot-melotot,,, menyeramkan deh kalau udah inget pas diusir oleh bokapnya simuna atau uwaknya si lisa, dikira mau diambilin minum setelah saya ketuk pintu rumahnya dan kutanya nama pacarku, ya udah duduk katanya, tunggu bentar, lama sekali ku tunggu setelah itu malah datang bapaknya membawa golok yang baru saja diasah, ayo masih berani mendekati anakku? Tau tidak golok ini sudah memotong leher berapa? Dengan suara terbata-bata aku bertanya, Leher??? Tanyaku. Bapak itu menjawab ya leher kerbau, golok ini sudah menebas leher kerbau 100san X, apakah kau mau melengkapinya nak, dengan tanpa pamit lansung saja aku lari terbirit-birit, tidakkkkkk…. Teriakku. Emang bapakanya mona tukang jagal kerbau dipasar kayanya.
Matahari seolah berputar mengelilihi rumahku yang reopt ini sangat cepat sekali, kasur ini terasa sering sekali menemani ku dan tumbukan buku-buku itu sudah saatnya ku jual pada tukang rongsok untuk dijadikan bungkus bawang atau apalah terserah, demi mendapatkan uang buat beli rokok. Merokok memang membuatku melayang endah kemana bisa menghilangkan beban-beban hidup, tetapi harganya sangat mahal bagiku seorang yang tidak bekerja ini. Sambil menghisap rokok aku menerawang jauh kemasa laluku ketika aku SD aku tergolong anak yang lumayan pintar, waktu SMP aku juga tidak bodoh-bodoh amat dan SMA aku tergolong anak rajin, tetapi kenapa setelah lulus hidupku hancur seperti ini, bermula dari lamaran kerjaku yang suka ditolak karena tidak ada orang dalam, terus impianku tuk kuliah semakin jauh karena orang tua semakin habis sawahnya karena bapak sering sakit-sakitan. Sejujurnya aku menyesal sekali menuruti tren kebanyak teman-temanku yang masuk SMA, kenapa tidak masuk SMK. Sudah masuk SMA jurusan IPS lagi, memang guru-guru waktu itu tidak mengerti bahwa harusnya laki-laki itu dimasukin ke IPA semua, kenapa kerana kebanyak laki-laki itu mau bekerja dipabrik yang sangat membutuhan lulusan IPA, sedangkan perempuan yang kebanyakan anak orang-orang berada itu tak masalah masuk IPA atau IPS bagi mereka jurusan yang sesungguhnya nanti pada waktu kuliah nanti. Yah sudahlah kalau berkaca terlihat buruk wajah, jangan salahkan kaca.
Keterangan :
Cerpen ini terinspirasi dari pemuda-pemuda daerah industri yang banyak yang menganggur, sebetulnya cerpen ini sama sekali tidak menjelakan siapapun, tapi hendaknya semua pihak entah itu pemerintah, pihak industri dan para pemuda intropeksi diri membuang sifat egoisnya tolong pikirkan orang lain. Oknom pemerintah hendaknya jangan menyalah gunakan jabatan untuk nepotisme dan memikirikan bagaimana memdayagunakan mereka yang belum bekerja serta memperbaiki system pendidikan sekolah menengah atas (SMA) yang lebih menekankan kepada teori, perusahaan hendaknya berusaha menyerap pemuda-pemuda terdekat daerah industri untuk mengindari kecemburuan social, serta mengadakan program pemberdayaan pemuda desa, seperti pelatihan las, pelatihan kewirausahaan,dan pelatihan keahlian lainya. Yang terakhir pemuda yang mempunya otot kekar hendaknya membuang sifat malasnya jangan hanya menyempitkan pikiran bahwa bekerja itu hanya dipabrik, masih banyak wahai kaum muda lading-ladang pekerjaan yang harus kau isi seperti menjadi wirausaha, menjadi petani, nelayan dan pekerjaan lainnya yang lebih mulia dari pada hanya nongkrong-nongkrong dan tidur-tidur saja.
tuk anggota dewan tolong jangan manfaatkan jasa mereka hanya untuk mendulang suara pas musim pemilu saja, tapi tolong berdayakan mereka dan salurkan aspirasi mereka, dekati mereka jangan mendekati pas musim pemilu doank..
untuk para mahasiswa termasuk saya juga, yang akan menjadi calon sarjana, tolong dekati masyarakat desanya, pemudanya, anak-anaknya, ibu-ibunya dan bapak-bapaknya ajah mereka berdialog kira-kira ada yang perlu dibantu tidak, tolong perdayakan mereka, mereka adalah tenaga-tenaga kerja yang sangat mubadzir untuk tidak diperdayakan,
Cerpen ditulis oleh: Aris Amrullah- Mahasiswa Ekonomi Manajemen Untirta, serta peneliti dan pengamat socialekonomi yang tergabung dalam UKM Tirtayasa Reseach Academic Society_Untirta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar