Selasa, 13 September 2011

Kenapa Harus Berbohong

Angin dari lubang AC di bus terasa segar sekali, di iringi instrument merdu, mataku terasa nyaman sekali, tak terasa tubuhnya menyender pada kaca di dalam bus, dan perlahan ku jatuhkan dalam tidur. Dalam tidurku masih terdengar instrument merdu, masih terasa segar angin dari lubang AC, kurasakan ada seseorang ibu muda yang merangsek di bangku bis sampingku. Aku terbangun dari tidur yang nyaman, mataku melirik lunglai ke arah samping, ternyata benar ada ibu muda yang duduk disampingku. Setelah beberapa lama datang seorang bapak paruh baya berpakaian jas hitam, sepertinya baru pulang nyantor, tiba-tiba bapak itu meransek di bangku samping ibu muda itu.

           Waktu tanpa terasa menujukan jam setengah enam, ku lihat langit dari dalam jendela, sang malam telah melukis langit dengan warna hijau tua, dan sepertinya akan berangsur-angsur menjadi hitam. Telinggaku tak sengaja mendengarkan suara ibu muda itu yang sepertinya sedang mengeluh, Duh dompetku ketinggalan atau kecopetan padahal saya pualang ke anyer, ini ko gak ada? Kata ibu muda itu, lalu bapak paruh baya itu ikut berbicara : ibu kenapa? Ini pak saya mo pulang di anyer, tetapi dompetku entah kemana, sedangkan duitku tinggal tiga ribu rupiah, kata ibu muda. Ya udah tuk bayar ongkos bis biar saya saja yang bayar: kata Bapak itu. Oh makasih lo pak, maaf nyerepotin. Alhmdulillah ucapku dalam hati, ternyata hari gini masih ada orang baik seperti bapak paruh baya itu. Tampaknya mataku sudah sedikit berat melihat jalan-jalan dari arah jendela, akhirnya ku sandarkan kepalaku di jendela bis dan sayup-sayup kelopak mataku mulai menutup. Tapi telingaku masih mendengarkan  percakapan ibu muda itu dengan bapak paruh baya, sepertinya sedang membicarakan masalah keluarga ibu muda itu yang kurang baik, bapak itu ternyata bisa menjadi pendengar yang baik.

Setalah beberapa lama aku tertidur dalam bis, colekan tangan membangunkanku, ku buka mataku dan ku lihat ternyata colekan tangan dari konektor yang siap menagih tarif bus, perlahan dengan ogah-ogahan tangangku masukan ke saku dan ku berikan uang sebesar Rp. 3000, cilegon pak, ucapku. Tanpa menjawab konektor itu langung pergi pertanda urusanku dengan sudah selesai, setelah bosan dengan tidur, aku coba membuka buka dalam tasku, ku buka satu persatu halamannya, terdengar ibu dan bapak disampingku sedang mengobrol, dan aku tak peduli apa yang mereka obrolkan, akhirnya konektor berteriak dengan sangat kencang, legon…cilegon… legon… bapak paruh baya itupun turun, aku sedikit segan menunggu ibu muda itu turun, nampaknya ibu muda itu mau turun bareng denganku, permisi bu aku mau turun, ucapku. Ibu muda itu menjawab: ya bareng dek. Akupun menuruti ucapan ibu muda itu. Setelah saya turun dari bis dan berjalan ke pertigaan tuk kembali naik angkutan umum, ibu itu menyusulku, dan berucap, de ibu mau pulang ke anyer di daerah sirih, tapi duit ibu tinggal segini, ku lihat tangan ibu itu, yang menggegam duit Rp. 3000, gimana ya dek, dalam hatiku timbul rasa kasihan, lalu aku berucap, ibu aku masih mahasiswa, jadi belum bisa Bantu ibu, ini duitku hanya tinggal Rp. 4000 ya udah deh, dibagi 2 ajah, aku Rp. 2000, ibu Rp. 2000. maaf bu tidak bisa membantu banyak, minta doanya ajah agar aku sukses nanti,  iya deh ibu maklum ko, makasih ya deh udah mau membantu ibu, ucap ibu itu penuh iba.

Akupun mempercepat langkahku, meninggalkan ibu muda itu yang sedang binggung, dalam hatiku berkata aduh kasihan saya jadi ingat diri sendiri kalau saya kehabisan uang diperjalanan gimana nanti. Kasihan itu muda itu. Aku sampai di perempatan di saat sang malam sudah melukis sang langit benar-benar hitam, ternyata angkutan umum belum juga datang, aku tunggu agak lama, setelah kaki sedikit cape menuggu angkutan umumnya, akhirnya datang juga dari kejauhanku lihat mobil berwarna abu-abu, tanganku spontan mengangkat pertanda minta naik, mobil itupun berhenti, kakiku dengan hati-hati menaiku pintu mobil itu, bismillah ucapku spontan, ku duduk di kursi mobil yang disediakan, ku buka kaca mobil, aku kaget, astagfirullah itukan ibu muda yang di bis, dia menemani seorang laki-laki yang sangat kusam, dan ibu itupun nampaknya telah berpakaian kusam, laki-laki itu nampaknya buta, karena tuk berjalan saja butuh tongkat dan papahan ibu muda itu, astagfirullah ibu muda itu seorang pengemis, ucapku dalam hati. Ko bisa kenapa harus berbohong kehabisan ongkos segala, bilang saja minta sedekah gitu, kenapa harus berpura-pura seperti itu, ternyata ada hal-hal yang tidak ku mengerti di dunia ini, entah aku yang terlalu idealis dalam berfikir, entah juga dunia yang munafik, pembohong dan penipu. Hatiku mencoba untuk mengikhlaskan uangku, tapi entah kenapa dalam diriku belum menerima, ko seperti itu hidup, apakah rasa malu yang merupakan fitrah manusia telah hilang, dan berganti oleh rasa serakah dan ingin mendapatkan segala sesuatu dengan cepat. Entahlah aku tak menyalahkan para pengemis itu, aku hanya mengutuk keadaan dunia yang seperti ini.

Cerpen ditulis oleh Aris Amrullah
                                                                                                                 Mahasiswa Manajeman FE Untirta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar